OHCC Unud Gandeng Pemerintah Beri Edukasi Penanganan ASF kepada Masyarakat
Pusat Kajian One Health Collaboration Center (OHCC) Udayana menggelar “Talkshow Peningkatan Kesadaran Terhadap African Swine Fever (ASF) untuk Menciptakan Keamanan Pangan”, Rabu (12/2/2020) di Gedung Dharmanegara Alaya Denpasar. Diskusi ini menghadirkan para peternak, masyarakat, mahasiswa, dan stakeholder untuk membahas strategi penanganan ASF di Indonesia dan Bali.
African Swine Fever (ASF) belakangan menjadi topik hangat di Bali semenjak adanya kematian ratusan babi di sejumlah wilayah. Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Dr. drh. I Ketut Nata Kesuma, MMA menegaskan sampai saat ini penyebab kematian babi ini masih dalam proses uji sampel.
Sebanyak 898 ekor babi ditemukan mati di wilayah Badung, Gianyar, Tabanan, dan Denpasar dengan total 69 titik lokasi. Namun begitu, ia meyakini belakangan angka kematian babi menurun dibandingkan bulan sebelumnya. “Setelah tanggal 21 Januari, saat itu terjadi penurunan secara bergelombang. Bahkan sejak 1 Februari nihil laporan,” papar Nata.
Mengantisipasi meluasnya penyebab kematian babi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali gencar melakukan pengawasan. Terlebih menjelang Hari Raya Galungan, pihaknya menerjunkan sejumlah dokter hewan dan dokter praktek ke berbagai wilayah. “Awal-awalnya ada kekhawatiran untuk itu (menurunnya konsumsi daging babi). Tentu itu tidak berjalan lama, terbukti produksi penjualan daging babi masih ramai. Itu indikasi konsumsi masih bagus,” tambahnya. Ia menegaskan harga daging babi di pasaran saat ini masih stabil. Masyarakat diharapkan tetap cermat memilih daging babi yang sehat untuk dikonsumsi.
Langkah ini diapresiasi Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian drh. Arif Wicaksono, M.Si. Menurutnya kesiapsiagaan dan kewaspaan perlu dilakukan pemerintah daerah. Apalagi ketidakpastian informasi kerap kali membuat masyarakat makin resah. Arif menegaskan, ASF tidak tergolong penyakit zoonosis. Dengan kata lain, penyakit ini tidak akan menular ke manusia atau hewan lainnya, begitu sebaliknya. “Peran pemerintah turun ke lapangan adalah bagaimana meyakinkan masyarakat untuk tidak takut mengkonsumsi daging dan beternak babi,” jawab Arif.
Upaya pencegahan menyebarnya penyakit ini turut dilakukan Balai Karantina Pertanian Denpasar. Langkah ini dilakukan dengan memperketat lalu lintas daging babi dari dan ke luar Bali. “Kami sudah melakukan langkah-langkah sosialisasi kepada stakeholder bandara dan pelabuhan laut dan juga melakukan tindakan pencegahan, memperketat barang tentengan, sampah pesawat, sampah kapal pesiar,” papar Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar drh. I Putu Tarunanegara, MM.
Pengawasan ini dilakukan khususnya di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dan Pelabuhan Gilimanuk yang memang menjadi pintu keluar-masuk Pulau Bali. Meski diperketat, ia mengaku saat ini lalu lintas daging babi masih berjalan normal. “Di Bali selama wabah ini belum dikonfirmasi sebagai sebuah wabah, lalu-lintas di Bali masih berjalan normal. Berbeda dengan Sumut (Sumatera Utara) yang sudah dikonfirmasi wabah, lalu-lintas baru dibatasi,” tambahnya.
Akademisi Universitas Udayana Prof. drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D mengatakan sampai saat ini vaksin AFS belum ditemukan. Pihaknya pun mengaku siap membantu mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit ini. “Mungkin ke depannya Unud akan membantu dalam mengembangkan vaksinnya, karena sejauh ini vaksinnya belum ada,” ungkapnya. (Media Udayana)