FIB UNUD; MEMAKNAI KEMERDEKAAN LEWAT BUDAYA
Hingga saat ini, bangsa Indonesia telah merasakan kemerdekaan selama hampir 72 tahun. Sejak diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah banyak upaya yang dilakukan oleh segenap bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan sekaligus mengisi kemerdekaan ini.
Dra. Anak Agung Ayu Rai Wahyuni,M.Si, Ketua Prodi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Perjuangan mengisi kemerdekaan pun dilakukan di berbagai bidang termasuk pendidikan. Terkait hal ini, sebagai fakultas tertua di Universitas Udayana, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) kiranya dapat dijadikan pedoman dalam memaknai arti perjuangan dan kemerdekaan. Fakultas ini telah berdiri selama lebih dari 58 tahun sebagai kampus “Pewahyu Rakyat di Nusantara” dan memperjuangan kebahagiaan masyarakat lewat jargon “Sastra Dipa Hita Nikang Rat”.
Merdeka dalam berekspresi
“Merdeka adalah ketika kita bisa mengekspresikan segala sisi kehidupan kita. Seperti halnya kebudayaan yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, kemerdekaan adalah bagaimana kita mampu mengekspresikan kehidupan kita dengan baik, tepat dan benar.” ujar Dra. Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, M.Si., ketua Prodi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana saat ditemui di sela-sela kegiatannya di Kampus Nias. Beliau pun melanjutkan jika dahulu para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan, sekarang tugas kita sebagai generasi mendatang adalah untuk berjuang dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan tersebut. “Walaupun sangat sulit untuk mampu mempertahakan dan mengisi kemerdekaan, kita harus berjuang demi menghormati seluruh pengorbanan generasi terdahulu. Mengisi kemerdekaan pun harus secara sprititual dan material.”
Dosen yang menyelesaikan studi S1 dalam bidang Ilmu Sejarah di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada ini menerangkan bahwa bangsa Indonesia yang telah mengenyam kemerdekaan selama 72 tahun sebenarnya telah diwarisi kebudayaan yang begitu luhur dan tinggi oleh para nenek moyang kita dan sudah seharusnya kita bisa melestarikan kebudayaan tersebut. “Adalah bagaimana kita bisa melestarikan dan mempertahakan kebudayaan tersebut sehingga kemerdekaan ini dapat menjadi identitas bagi bangsa Indonesia. Karena identitas budaya tersebutlah yang mampu membedakan kita dari bangsa lainnya” imbuhnya.
Identitas kebudayaan sebagai sarana mempertahankan kemerdekaan
Ibu Agung Rai pun menambahkan bawah selama ini Fakultas Ilmu Budaya telah berjuang untuk mengajak dan mendidik mahasiswa untuk menjunjung tinggi kebudayaan sebagai identitas bangsa sehingga kita mampu menggunakan identitas itu sebagai filter bagi pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin ikut dalam arus globalisasi saat ini. Institusi pun selalu menanamkan rasa persatuan demi menjaga kemerdekaan di lingkungan kampus, di mana tidak ada sama sekali diskriminasi atau pengecualian-pengecualian yang dilakukan terhadap perbedaaan suku, agama dan ras.
Lebih jauh, Fakultas Ilmu Budaya sendiri memiliki visi untuk dapat berjuang dalam menghasilkan lulusan yang cakap, professional, dan memiliki kompetensi tinggi untuk bersaing di era global, tetapi tidak tercabut dari akar budaya Bali, sebagai salah satu unsur penjaya kebudayaan nasional yang nantinya dapat mengisi kemerdekaan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Terakit perjuangan ini, Ibu Agung Rai menjelaskan bahwa perjuangan dalam mencapai visi dilaksanakan dengan memperkuat jati diri mahasiswa sehingga dapat menjadi filter pengaruh luar. “Jika kita telah memiliki “saring” yang kuat maka para mahasiswa pun dapat lebih mudah untuk mengetahui mana yang baik dan buruk, yang diterima dan dihilangkan”. “Dalam era global justru arus globalisasi itu sendiri yang menjadi rintangan dalam mencapai visi ini, namun jika sudah kuat akan kebudayaan kita akan dapat memfilternya”, ujarnya. Selanjutnya, terdapat rintangan lain berupa masalah bahasa dimana untuk memperjuangankan visi menjadi lulusan yang berkompeten namun masih berakar budaya Bali, mahasiswa masih sering terkendala dengan bahasa asing sehingga hal ini harus ditekankan untuk dapat mencapai daya saing global.
Bersatu untuk kebahagiaan masyarakat
Kemballi ke jargon Fakultas Ilmu Budaya “Sastra Dipa Hita Nikang Rat” yang berarti sastra membawa kebahagiaan bagi masyarakat, Ibu Agung Rai pun yakin jika seluruh civitas akademika FIB punya tekad yang kuat, FIB pasti mampu menjadi kampus perjuangan untuk rakyat asalkan visi ini dipegang oleh seluruh warga FIB Unud. “Bagaimanapun juga, jika hidup tanpa kebudayaan di masyarakat, kita tidak akan bisa menikmati diri kita.” ujarnya sambil tersenyum.
Sebagai seorang dosen, Ibu Agung Rai pun mengungkapkan bahwa beliau selalu mengamalkan makna perjuangan dan kemerdekaan di dalam kelas. “Pertama dalam setiap awal pertemuan saya selalu mengajak para mahasiswa untuk melihat segala sesuatunya dengan positif, terutama terhadap orang dan seluruh individu yang baru mereka temui. Karena jika telah memiliki pemikiran yang positif sejak awal perkuliahan, niscaya kedepannya kegiatan belajar-mengajar pun akan terlaksana dengan baik. Kita pun dapat memandang segala sesuatunya dengan “rasa”, “rasa” yang mampu membedakan yang baik dengan yang buruk.”
Sebagai penutup, beliau mengungkapkan harapannya bahwa dalam menyongsong perayaan kemerdekan indonesia ke-72 ini, seluruh civitas akademika Universitas Udayana dapat menjaga persaudaraan dan rasa kekeluargaan karena kita harus menyadari bahwa di dalam civitas akademika kususnya mahasiswa, berasal dari berbagai latar belakang kebudayaan dan daerah, kita harus mampu menjalankan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan dengan rasa persatuan karena di lingkungan kampuslah kita dapat melaksanakannya dengan skala kecil dan nanti perlu kita bawa ke luar, ke masyarakat, agar kehidupan menjadi lebih baik lagi. (nrb)