Talk Show Ngulik Antropologi Budaya: Degradasi Budaya di Tengah Masyarakat Multikultural

Program Studi Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) menyambut hangat kedatangan dosen dan mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Mulawarman yang datang untuk melakukan studi banding mata kuliah antropologi budaya. Sebagai rangkaian penerimaan kunjungan, Program Studi Antropologi Budaya FIB Unud menyelenggarakan Talk Show dengan mengambil tema Degradasi Budaya di Tengah Masyarakat Multikultural. Kegiatan ini dilaksanakan di Auditorium Widya Sabha Mandala FIB Unud pada Selasa, 28 November 2023 dan dihadiri oleh 70 orang dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Mulawarman, serta dosen dan mahasiswa Program Studi Antropologi Budaya FIB Unud.


Pemaparan materi dalam Talk Show diisi langsung oleh Koordinator Program Studi Antropologi Budaya, FIB Unud, Ibu Aliffiati, S.S., M.Si., dan seorang dosen pengajar Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Universitas Mulawarman, Bapak Zul Armin Saputra Mulyadi, S.Pd, M.Ap. Kegiatan pemaparan materi dan diskusi dipandu oleh Bapak Diaz Retno, S.Pd., M.A., dosen pengajar Program Studi Antropologi Budaya FIB Unud.


Dalam pemaparan materi yang dibawakannya, Ibu Aliffiati, S.S. M.Si., mengungkapkan bahwa saat ini di Indonesia, masyarakat berkembang dengan membawa pengaruh arus budaya luar, seperti budaya Korea dan Amerika. Akibatnya, budaya lokal semakih tergerus dan makin mulai banyak dilupakan. Hal ini menjadi permasalahan yang harus disikapi.


“Masyarakat kita, terutama kaula muda sangat cepat terbawa arus degradasi budaya seperti K-Pop dan budaya luar lainnya hingga kadang mereka bahkan tidak tahu mengenai budaya mereka sendiri”- ungkap Ibu Aliffiati, M.Si.


Bapak Zul Armin Saputra Mulyadi, S.Pd. M.Ap., menyatakan bahwa setiap daerah memiliki budayanya masing-masing, bahkan dalam suatu kebudayaan dapat dibagi kembali menjadi beberapa budaya kecil lainnya. Beliau lebih lanjut memberikan contoh hal tersebut pada budaya Dayak, yang tidak memiliki aksara namun budaya lisannya sangat kuat.


Menguatkan pemaparan dari Bapak Zul Armin, M.Ap., Prof. Dr. Drs. A.A. Ngurah Anom Kumbara, M.A., dosen Program Studi Antropologi Budaya FIB Unud, menjelaskan bahwa dalam suatu bahasa terdapat simbol, dimana ketika ada tulisan, mereka tidak akan pernah punah. Beliau juga menyampaikan bahwa sebuah bahasa tidak harus memilki budaya tulis atau tulisan, namun ketika suatu bahasa memiliki tulisan maka penyebaran bahasa dan budaya masyarakat tersebut akan menjadi lebih cepat.


Antusiasme mahasiswa dari kedua program studi sangat terasa dalam sesi diskusi yang berjalan hangat dan interaktif. (nhw)