FKH UNUD dan PDHI Bali Adakan Kegiatan KIE Tanggap Rabies Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Nyalian, Klungkung

 Rabies adalah penyakit zoonosis yang tersebar luas, terabaikan dengan tingkat kematian hampir 100% pada hewan dan manusia. Penyakit ini menyebabkan beban sosial dan ekonomi yang signifikan di banyak negara di seluruh dunia. Setiap tahun, antara 50.000 dan 70.000 orang meninggal karena rabies dalam kondisi yang mengerikan. Sebagian besar kasus rabies global terjadi pada anak-anak. 

Dalam usaha mngurangi kejadian rabies pada anak, PDHI (Persatuan Dokter Hewan Indonesia) Cabang Bali berkolaborasi dengan FKH (Fakultas Kedokteran Hewan) Universitas Udayana dan AIHSP (Australia Indonesia Health Securaity Partnership) mengadakan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) pada hari Selasa 15 Agustus 2023 di Sekolah Dasar No.1 dan SD No.2 di Desa Nyalian Kecamatan Banjarangkan Klungkung. Di Pagi hari acara diadakan di Sekolah Dasar no.1 dan siangnya di sekolah dasar no.2 Desa Nyalian. Acara KIE  yang dikemas dengan banyak games diikuti 146 orang di SD 2 Nyalian dan 96 orang  di SD No.1 . Hadir pada saat acara yaitu anggota PDHI cabang Bali komisariat Klungkung, perwakilan FKH Unud, Aparat Desa, mahasiswa KKN Unud, dan perwakilan AIHSP dan Dinas Pertanian Kab Klungkung.

 

 

Pada acara  tersebut, Prof. Dr. Drh I Ketut Puja, M.Kes yang juga sebagai Dosen FKH Unud menyampaikan bahwa Rabies endemik pada populasi anjing di Bali, dan hampir semua kasus rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan anjing rabies. Lebih lanjut disampaikan bahwa mengontrol penyakit pada anjing adalah cara yang paling hemat biaya untuk mencegah rabies pada manusia. Anak-anak umumnya lebih rentan terhadap infeksi rabies karena mereka kurangnya pemahaman tentang penyakit rabies. Acara ini dimaksud untuk meningkatnya pemahaman siswa/siswi Sekolah Dasar tentang bahaya rabies dan cara penularannya serta meningkatnya pengetahuan dan keterampilan siswa/siswi SD dalam melakukan penanganan awal luka gigitan hewan penular rabies.

Mengingat vaksin dan diagnosis rabies yang sangat efektif saat ini tersedia, keberhasilan pemberantasan rabies anjing dan manusia dapat dicapai dengan komitmen, sumber daya, perencanaan dan koordinasi yang tepat. Sayangnya, selama 15 tahun rabies masih tetap ada di Bali. Menurut Puja, status penyakit terabaikan ini berkontribusi pada persepsi pembuat kebijakan bahwa rabies tidak signifikan. Persepsi ini pada akhirnya menyebabkan sedikit motivasi untuk mendukung dan menerapkan langkah-langkah pengendalian penyakit. 

 

 

Sementara itu, dari pihak AIHSP yang diwakili oleh Drh Made Angga Prayuda,M.Si menyampaikan bahwa hal terpenting yang harus diketahui oleh anak-anak adalah bahaya rabies, menghindari dari gigitan anjing dan melapor pada orang tua dan guru bila tergigit anjing dan kucing. Pada bagian lain, Drh Made Angga menyampaikan bahwa Keberhasilan pembrantasan rabies di Bali akan tergantung pada efektivitas interdisipliner dan kolaborasi lintas sectoral

Pada kegiatan kali ini PDHI Bali berkolaborasi dengan bebagai pemangku kepetingan. Pendekatan yang paling bertahan lama dan kuat untuk mengubah perilaku melibatkan integrasi program rabies ke dalam sekolah untuk anak-anak. Hal ini karena perubahan perilaku jangka panjang dalam masyarakat adalah seringkali paling efektif disampaikan melalui yang muda. Selain itu, banyak kematian manusia karena rabies terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun. Karena itu pemilhan sasaran ini, mempertimbangan melibatkan sekolah atau setidaknya anak usia sekolah.