Dosen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Meraih Gelar Doktor Kajian Budaya di FIB Unud
Doktor baru berfoto bersama penguji (Foto-foto Media FIB Unud).
Dosen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Unud meraih gelar doktor di prodi S3 Kajian Budaya FIB Unud, dalam ujian promosi doktor, Rabu, 30 Agustus 2023, di kampus setempat.
Naniek Kohdrata, S.P., MLA. dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Kepatuhan Menjadikan Taman Sukasada Ujung Karangasem Bali sebagai Objek Wisata” di hadapan dewan penguji. Dia lulus sebagai doktor ke-279 Prodi Kajian Budaya FIB Unud.
Promotor menyerahkan sertifikat tanda lulus kepada Dr. Naniek Kohdrata.
Ujian promosi doktor dipimpin oleh ketua siding Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suarka, M. Hum., dengan anggota: Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Promotor); Prof. Dr. Anak Agung Ngurah Anom Kumbara, M.A. (Kopromotor 1); Prof. Dr. I Nyoman Wijaya, M. Hum. (Kopromotor 2), Dr. Drs. I Wayan Suwena, M. Hum., Dr. Drs.I Nyoman Wardi, M.Si., Dr. Wayan Nurita, S.S., M.Si. (penguji eksternal dari Universitas Mahasaraswati), Dr. Putu Sucita Yanthy, S.S., M.Par.
Dalam proses ujian sebelumnya, juga ikut sebagai penguji adalah almarhum Dr. Ida Bagus Wira Wibawa, M.Si. (dosen FT Unud, alumnus Prodi Doktor Kajian Budaya).
Taman Sukasada Ujung Karangasem (Foto Disparda Karangasem)
Objek Wisata Taman Sukasada
Dalam presentasinya, promovenda Naniek Kohdrata yang berlatar belakang ilmu arsitektur lanskap menyampaikan bahwa studinya mengkaji tentang kepatuhan (kesediaan, mengeluarkan, menerima, dan menjalankan keputusan) orang-orang yang punya kuasa berbicara untuk menjadikan Taman Sukasada Ujung (TSU) di Karangasem Bali objek wisata, padahal sebelumnya hanya sebuah warisan sejarah.
Tim penguji.
Menurut Naniek, permasalahan ini dikaji dengan memakai metode arkeologi dan genealogi Foucault. Metode arkeologi pengetahuan dipakai untuk menelusuri jejak dokumen ke masa lampau, sebelum munculnya keputusan tersebut.
Metode genealogi digunakan untuk melihat ke masa kini, terutama dalam memahami relasi kuasa pengetahuan yang tersembunyi dalam kepatuhan tersebut. Tiga teori digunakan mengkaji permasalahan, yaitu teori relasi kuasa pengetahuan Foucault, teori struktural generatif Bourdieu dan teori konsumsi Baudrillard.
Penelitian ini menghasilkan tiga simpulan. Simpulan pertama, setiap orang – apa pun profesinya - berkompromi dengan pengetahuan yang tersembunyi dalam wacana menjadikan TSU objek wisata untuk kepentingan masing-masing.
Simpulan kedua mengenai kondisi-kondisi yang memungkinan semua pihak yang patuh pada kebenaran wacana itu adalah kepentingan pariwisata untuk devisa di tingkat lokal, nasional, dan internasional.
Simpulan ketiga, implikasi kepatuhan terhadap kebenaran wacana dapat dilihat pada efek-efek mekanisme kekuasaan, baik dalam pikiran (episteme, habitus) maupun sosial (struktur objektif masyarakat Bali).
“Intisari simpulan TSU adalah medan antara untuk memenuhi kepentingan ekonomi, bukan semata dalam pendapatan asli daerah dan devisa negara tetapi juga terlaksananya upacara di lingkungan Puri Karangasem,” ujar Naniek yang meraih gelar master di bidang arsitektur lanskap dari Louisiana State University, Amerika.
Makna Disertasi
Dalam sambutannya, promotor Prof. Darma Putra menyampaikan bahwa disertasi Naniek mengkaji objek wisata Taman Sukasada Ujung, bukan dari sudut daya tarik wisata, tetapi lebih pada bagaimana proses wacana dan ekspresi kepatuhan berbagai pihak dalam menjadikannya objek wisata.
Berbagai arsip pembangunan, informasi sejarah, dan kebijakan pemerintah digali, ditelusuri, dan dikaji untuk mengungkapkan kepatuhan menjadikan warisan budaya peninggalan Kerajaan Karangasem itu menjadi objek wisata.
“Ini kajian multidisiplin dengan payung cultural studies. Kajiannya bukan pada manajemen daya tarik wisata, bukan soal tata kelola taman, tetapi bagaimana ideologi pariwisata budaya dan kuasa pengetahuan yang membuat cultural heritage itu menjadi objek pariwisata tanpa riak-riak penolakan,” ujar Prof. Darma.
Dr. Naniek bersama keluarga diapit penguji.
Prof. Darma menambahkan, di Karangasem juga ada daya Tarik wisata Tirta Gangga yang juga berkaitan dengan Kerajaan Karangasem. Objek wisata ini dan Taman Sukasada adalah fakta nyata yang menguatkan magnet Karangasem sebagai daya Tarik wisata budaya, memperkuat daya tarik wisata budaya atau spiritual Pura Besakih dan wisata alam Gunung Agung.
“Seperti disimpulkan promovenda, kehadiran objek wisata Taman Sukasada tidak saja menjadi salah satu magnet daerah karangasem, juga menyiapkan peluang kerja untuk masyarakat dan sumber pendapatan bagi pengelola dan pemerintah daerah,” ujar Prof. Darma.
Menurutnya, ke depan berbagai kajian dari sudut pandang lain bisa diaplikasikan untuk memahami kepatuhan terhadap objek wisata ini, seperti bagaimana riak-riak wacana dalam perjalanan dinamika sosial budaya terjadi (dp).