Tim Peneliti Skema PUU LPPM Universitas Udayana Lakukan Wawancara dengan Duta Besar Perancis-UNESCO dan Diskusi Kelompok Terarah Tepat Setahun Setelah UNESCO Tetapkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resminya
“Paris, 20 November 2023” kiranya akan selalu tercatat dalam lembar sejarah diplomasi kebudayaan Indonesia karena merupakan momentum manakala Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pada badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut.
Tepat setahun setelah penetapan tersebut, Tim Peneliti skema Penelitian Unggulan Udayana (PUU) Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana (Unud) menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Disccussion/FGD) "Strategi Perumusan Kebijakan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Penyelenggaraan Kepariwisataan Global pasca Pengakuan oleh UNESCO" di Hotel Puri Nusa Indah, Denpasar, pada 20 November 2024.
Kegiatan tersebut menghadirkan 3 (tiga) narasumber sebagai pemantik diskusi yakni Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Kar, MHum, Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali Valentina Lovina Tanate, M.Hum, dan Guru Besar Universitas Udayana Prof. Dr. Drs. I Made Rajeg, MSi yang dipandu oleh moderator Ni Gusti Ayu Susrami Dewi, SST.Par, M.Par.
Diskusi tersebut diselenggarakan sebagai salah satu kegiatan penelitian skema Penelitian Unggulan Udayana – hibah LPPM Unud yang dilaksanakan oleh tim peneliti Unud yang terdiri dari Ketua Peneliti Prof. Dr. I Nyoman Suyatna, SH, MH serta pada anggota peneliti I Ketut Sudiarta, SH, MH, I Made Budi Arsika, SH, LLM, Ni Gusti Ayu Susrami Dewi, SST.Par, M.Par, Pebry Dirgantara, SH, MKn, dan I Kadek Dony Hartawan, SH, MKn.
Ketua Peneliti menjelaskan bahwa penelitian ini meneliti aspek regulasi dan kebijakan sebagai implikasi atas penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO. Selain itu, penelitian ini bermaksud untuk menjadikan momentum keberhasilan diplomasi kebudayaan Pemerintah Indonesia tersebut dapat semakin dikembangkan, disebarluaskan, dan ditularkan ke berbagai sektor, termasuk di antaranya pada dimensi kepariwisataan global yang merefleksikan aktivitas yang bersifat multikultural dan multilingual.
Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh dosen dan mahasiswa Unud, di antaranya Prof. Dr. Made Sri Satyawati, S.S. M.Hum, Prof. Dr. I Made Netra, SS, MHum, Prof. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH, MHum, LLM. Para peserta diskusi secara aktif turut memberikan catatan dan masukan, di antaranya Pejabat dari Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Balai Bahasa Provinsi Bali, Kepala Unit Pelayanan Bahasa Politeknik Pariwisata Bali, Pengurus Himpunan Penerjemah Indonesia Komisariat Daerah Bali, Director of Studies for English & Indonesian Language Services Yayasan Bahasa Indonesia Australia (Indonesia Australia Language Foundation/IALF) Bali, Direktur Mandara School of Law and Public Policy, serta para pejabat dan staf Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan Balai Bahasa Provinsi Bali.
Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua LPPM Unud Prof. Dr. Drh. I Nyoman Suarsana, MSi. Saat menyampaikan sambutan pada sesi pembukaan, Ketua LPPM Unud mengapresiasi penyelenggaraan diskusi tersebut karena merefleksikan kepedulian dari akademisi Unud dalam mendukung pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk merumuskan kebijakan internasionalisasi bahasa Indonesia secara lebih komprehensif.
Dua hari sebelumnya, yakni pada 18 November 2024, Ketua LPPM Unud juga turut mendampingi Tim Peneliti melakukan wawancara virtual dengan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Prancis/Wakil Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO Mohamad Oemar yang pada saat pelaksanaan wawancara didampingi oleh Koordinator Perwakilan Republik Indonesia untuk UNESCO Elvie Indayani.
Dalam wawancara tersebut, Tim Peneliti mendapatkan penjelasan mengenai proses diplomasi yang dilakukan Indonesia selama proses pengajuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Resmi UNESCO serta hak dan kewajiban Pemerintah Indonesia yang lahir sebagai implikasi atas penetapan tersebut oleh UNESCO. Duta Besar Mohamad Oemar juga berkenan menjelaskan kontribusi strategis keanggotaan Indonesia di Executive Board UNESCO bagi upaya internasionalisasi bahasa Indonesia.