Bina Desa Bona Fakultas Hukum Universitas Udayana Berkolaborasi dengan Magang LBH Lingkar Karma Hadirkan Forum Tata Kelola Kepemilikan Aset
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) mengadakan Program Kerja kolaborasi antara MBKM Bina Desa Bona dengan Magang Mandiri LBH Lingkar Karma melalui Sosialisasi Hukum Sinergi Reforma Agraria, yang diselenggarakan Sabtu, 11 Mei 2024. Kegiatan sosialisasi ini berawal dari kebingungan masyarakat terkait kejelasan hukum positif mengenai perlindungan terhadap hak kepemilikan tanah, dengan mengangkat Tema Optimalisasi Pemanfaatan Penggunaan Ruang Melalui Penataan Akses dan Aset Untuk Masyarakat Berkeadilan.
Kegiatan ini diisi oleh 3 Pembicara yaitu, Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S.H., M.Kn, Wehelmins Linda Herlophina Dethan, S.T, M.Ar, I Gde Edi Budiputra, SH., MH. Dalam sesi Talkshow ini membahas mengenai bagaimana kondisi pertanahan khususnya di daerah Bali, selanjutnya mengenai pendaftaran tanah di daerah Bali.
Kondisi pendaftaran tanah saat ini menurut Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S.H.,M.Kn, di Bali penguasaan tanah terdahulu lebih dominan ke kerajaan dan desa adat, aturan yang berlaku masih pakem, sampai UUPA lahir menjadi hukum positif di Indonesia, sehingga jangan sampai lahan tidak diurus karena akan terjadi konflik perebutan lahan. Saat ini, fungsi tanah masih terbatas dalam fungsi sosial, selain itu kedepannya semua masalah pertanahan akan terkena pajak.
Semakin kedepan kemanfaatan tanah akan hilang. Dr. Made Gde Subha Karma Resen juga menambahkan bahwa pada prinsipnya lampaunya waktu akan dapat menghilangkan hak kepemilikan, artinya, selama bidang tanah sudah dikuasai selama 20 tahun pada dasarnya dapat dimohonkan. Dalam hal pendaftaran tanah, negara menganut system stelsel negative bertendensi positif, artinya negara tidak menjamin kepastian hukum dari sertifikat, namun menjamin perbuatan hukum yang timbul akibat sertifikat tersebut.
Bagi masyarakat yang hidup di dalam lingkungan adat, desa adat memiliki kendali tinggi dalam penentuan aset serta pengelolaan tanah di daerah Bali. Sementara itu, pendaftaran tanah sangat penting dilakukan. Konflik tanah sangat mudah terjadi walaupun di huni secara bertahun-tahun, pendaftaran tanah ini berfungsi memberikan penertiban adminitrasi terkait mencegah konflik tanah yang terjadi. Negara tidak pernah memberikan kepastian hukum terhadap pendaftaran tanah tetapi menjamin perlindungan hukum terhadap hak tanah, dan perlindungan hukum ini harus terdaftar dan harus bersertifikat. Kebutuhannya sebagai tanda bukti tetapi ketika meiliki sertifikat tidak bersifat mutlak, jika dapat dibuktikan lain.
Dalam diskusi Talkshow ini masyarakat yang turut hadir sebagai peserta juga aktif menyuarakan pertanyaan dan pendapat mengenai kondisi tanah di Desa mereka, beberapa pertanyaan terkait dengan PTSL, saat ini kebijakan yang keluar mengenai PTSL yang harus disertifikatkan dan bagaimana dampak positif serta negatif dari kebijakan tersebut, dari sisi Ilmu Hukum bagaimana memproyeksikan tanah di bali sehingga tidak sampai beralih kepemilikan dan fungsi, negara menghargai dan mengormati hukum adat, posisi kekukatan hukum adat.
Menurut Dr. Made Gde Subha Karma Resen,S.H.,M.Kn, ada asas hukum setiap orang tau akan hukumnya, konstitusi Undang Undang Dasar sudah mengakui keberadaan desa adat namun terbatas, UU Pemerintahan Daerah sudah mengeluarkan perda Desa Adat Bali, berdasarkan MUDP, ada 3 pembagian krama yang berpengaruh di desa adat dan bidang tanah. Selain tanah ulayat diakui sepanjang masih ada asas yang menentukan hanya warga negara Indonesia memiliki hak atas tanah.
I Gde Edi Budiputra, SH., MH juga berpendapat bahwa terkait pendaftaran tanah jika berbicara dari penguasan fisik dan PTSL diawali dari desa. Pada prinsipnya desa memegang peranan penting dalam pendaftarn tanah, karena secara proses PTSL diawali dari desa yang nantinya akan diajukan ke BPN daerah setempat. Beliau juga menambahkan peran desa menjadi penting bukan hanya karna pengakuan, tetapi juga gesekan yang akan menimbulkan pro dan kontra, dari pro dan kontra akan menimbulkan persoalan yang perlu diselesaikan dengan hukum, maka penting untuk ada penyuluh hukum, karna hukum ada di masyarakat. Kemudian persoalan tanah sangat menarik perhatian terutama tanah di Bali karena nilai ekonomi dan kebudayaan itu sendiri. "Atas hal tersebut ajeg Bali bukan hanya tentang kebudayaan melainkan bagaimana pengelolaan tanah di Bali itu sendiri," ujar I Gde Edi Budiputra, SH., MH.
Program PTSL mempermudah masyarakat atas kepemilikan hak tanah, namun adanya sertifikat belum menjamin terbebas dari konflik tanah yang dapat terjadi.
Wehelmins Linda Herlophina Dethan, S.T, M.Ar juga menjelaskan, BPN sat ini sedang dalam misi untuk membentuk Kabupaten lengkap, yakni Gianyar sebagai target diharapkan mampu mewujudkan semua tanah sudah bersertifikat melalui program PTSL. Pendaftaran tanah juga dapat dilakukan secara online melalui aplikasi Sentuh Tanahku dan nantinya akan diberikan sertifikat elektronik yang merupakan program baru pengganti sertifikat lama yang berbentuk buku. Selain itu, beliau juga mengaharapkan melalui penataan aset dan akses dari Reforma Agraria maka tercipta msyarakat yang berkeadilan.